Tulisan ini saya buat untuk mengenang apa yang saya alami di Ubud Bali, ketika saya sedang bertugas sejenak di sana. Tahun 2012, Desember.

pancake

Tertulis Juli 2014. Perjalanan dinas ke Ubudnya Desember 2012.

Suatu ketika saya tugas di pulau Bali. Lokasi survei masuk ke desa di wilayah Tabanan, yaitu desa Jatiluwih. Karena fokus tugas saya adalah mengenai Subak Bali. Nah, karena tim yang lain berdomisili di Bali, cuma saya sendiri yang butuh penginapan, sementara koordinator juga orang Bali yang bisa pulang ke rumahnya. Maka dicarikanlah saya penginapan di sekitar wilayah itu dan kantor dimana kami harus rapat esok paginya, supaya tidak terlalu jauh antar jemput ke Denpasar, dan kami harus rapat di salah satu kantor dinas pemerintah daerah di sekitar Ubud.

Ditempatkanlah saya di satu hotel kecil di daerah Ubud. Hotelnya cantik, dirancang untuk dikunjungi oleh bule-bule yang ingin melihat Ubud dan sekitarnya. Suasananya asri, alami, dekat dengan alam sekitar, ada kolam renang yang alami, sanggar kecil tempat anak-anak berlatih menari, restoran dan dapur dengan penataan yang apik dan asri. Kamar juga didesain dengan selera bule, simple tapi nyaman, dan estetik. Saya suka banget!!! Malam itu saya tidur nyenyak….

Pagi-pagi sekali setelah bersiap diri, saya menanyakan voucer breakfast, dan dimana saya bisa menikmati sarapan gratis dari hotel. “Di resto saja ibu”, begitu kata seseorang yang menjawab telpon saya. Saya turun menuju resto, sambil potret sana sini. Ke kolam renang, menikmati sejenak keindahan alam di sekitarnya, kalo saja tidak keburu meeting, pasti saya sudah nyebur seharian… Lanjut ke arah resto, ada gadis-gadis kecil menyiapkan sesaji dari bunga-bunga yang bermekaran di taman. Saya menyerahkan voucher breakfast, memilih satu sudut meja yang nyaman, dan duduk menunggu sambil memandangi taman kecil. Pelayan mendekati saya dan menanyakan jenis pancake apa yang akan saya pilih untuk sarapan. Pancake? Bukannya nasi goreng? Alamak… Bisa kelaparan saya seharian nanti. “Emang gak ada nasi goreng ya mbak? Gapapa deh saya bayar asal bisa makan nasi goreng”, saya bertanya. “Sebentar ya bu”, lalu pelayan itu meninggalkan meja saya. Dia datang lagi 5 menit kemudian, “Maaf ibu, untuk nasi gorengnya belum bisa disajikan, karena kokinya belum datang”. Lalu dia menjelaskan bahwa koki yang memasak nasi goreng belum datang juga padahal biasanya sudah datang. Ya sudah, karena keburu meeting, saya putuskan sarapan pancake apel.

Tak lama kemudian breakfast saya datang, pancake apel…. kayaknya enak nih… lalu saya mulai sarapan dengan cepat karena meeting dijadwalkan pagi. Hmmmm… enak sekali sarapan gaya bule. tapi koq masih lapar ya. Dasar perut Jawa. Maunya sarapan ya nasi. Nasi pecel keq, nasi soto keq, nasi goreng keq, bukannya pancake. Hadeh.

Setelah selesai, saya bergegas naik ke kamar untuk packing dan bersiap pergi. Tiba-tiba koordinator menelpon, meeting ditunda siang. Wah, lalu saya ngapain ya. O iya, bikin laporan. Start kerja di kamar, buka laptop, buka file, lalu asyik susun sana susun sini. Tapi perut masih lapar nih. Penasaran sama nasi goreng, saya menelpon room service. Saya lapar, ada makanan apa. Waduh, ternyata adanya makanan bule semua. Dan si koki masakan lokal tidak datang. Begitu alasannya. Terpaksa saya pesan pancake yang sama diantar ke kamar. Ketika datang saya melotot pada bill, limapuluh ribu hanya untuk pancake yang gak mengenyangkan perut. Wah, wah, wah, baru kali ini perut saya kesiksa di tempat seindah Ubud….